Minggu, 17 April 2016

Mendapat Ilmu Saat Kuliah Teknik Penerbangan 99 % Dosen 1 % Google? atau 1 % Dosen 99 % Google ?

             

Beberapa mahasiswa teknik penerbangan memiliki prinsip bermacam-macam seperti di bawah ini.

“ Ijazah dan Ilmu Penting”  ( mahasiswa perfeksionis )

Kelebihan : kuliahnya nggak macam-macam,serius,dan banyak teman.
Kekurangan : Biasanya orang seperti mereka ini mahasiswa sapu jagat yang semua konsentrasi di telan tetapi ujung-ujungnya tidak kuat di satu bidang dan hanya belajar setengah-setengah untuk setiap bidang yang diambilnya.

“Ijazah nggak penting,yang penting ilmunya” (mahasiswa idealis )

Kelebihan : kuliahnya serius,benar-benar fokus pada satu bidang kosentrasi penerbangan dan menghayati dengan makna serta hati yang terdalam.
Kekurangan : Suka membangkang ideologi dosen,jika ideologi dosen dianggap ngawur. Prinsip mahasiswa ini lebih baik dapat D nggak apa-apa. Lebih baik dapat nilai D tapi terhormat daripada dapat A tapi bersekutu dengan teori dosen yang ngawur.

“Ilmu nggak penting ,yang penting cepat lulus dapat ijazah” (mahasiswa pragmatis)

Kelebihan : Mahasiswa seperti ini kelebihannya punya link tempat kerja yang banyak,karena niatnya lulus memang mau kerja, bukan mau kuliah lagi ambil S2 dan S3.
Kekurangan : Setelah lulus terombang-ambing,akhirnya ketika ada lowongan pegawai bank ,lowongan perusahaan futures atau komoditi berjangaka alias pialang saham,tetap dia embat yang penting dapat duit dan cewek ku atau istriku senang. ( biasanya orang seperti ini nggak akan ingat lagi teori penerbangan yang dipelajarinya).

Ijazah nggak penting,apalagi ilmunya nggak penting” (mahasiswa nggak niat)

Kelebihan : kelebihan mahasiswa teknik penerbangan seperti ini,kalau dia nggak rajin kuliah asalkan punya usaha lain dan usaha itu maju,mungkin itu kelebihannya.
Kekurangan : Banyak sekali.

Siapa yang baik dan tidak baik dari jenis mahasiswa teknik penerbangan di atas?

Sudah bukan rahasia lagi kalau anak kuliahan apapun jurusannya selalu membutuhkan google dalam aktifitasnya sehari-hari. Apalagi teknik penerbangan yang notabene menghitung rumus banyak,menghitung rumus-rumus pesawat tetapi bendanya tidak pernah dipegang sama sekali.

Google bagi mahasiswa ibarat nasi yang sudah menjadi makanan pokok.  Apapun tugas yang diberikan dosen selalu mengandalkan google untuk mencari sumbernya. Jadi sebenarnya dosen teknin penerbangan yang sebenarnya itu siapa? Dosen yang duduk di depan kelas dan membuka laptop waktu mengajar atau google yang setiap saat ada saat dibutuhkan?

Sebenarnya,mahasiswa teknik penerbangan yang terkadang bertanya kuliah untuk cari ilmu atau cari ijazah,itu adalah tergantung hati nurani masing-masing. Mahasiswa yang kuliah penerbangan karena sejak kecil bercita-cita menjadi insinyur pesawat terbang akan lebih mencintai dan menyayangi penerbangan sebagai teman hidupnya. Berbeda dengan mahasiswa teknik penerbangan yang mungkin sebelumnya tidak diterima masuk Akademi Angkatan Udara (Karbol) atau tidak diterima sekolah pilot,mungkin kuliah S1 teknik penerbangan hanya dijadikan batu loncatan,tetapi itu tidak masalah mengingat teknik penerbangan dan sekolah pilot masih memiliki hubungan kekerabatan yang erat. Bagaimana mahasiswa yang niatnya kuliah musik lalu dipaksa orang tua untuk kuliah teknik penerbangan?. Walaupun mereka lambat laun akan menemukan jati diri,tetapi itu membutuhkan waktu. Dari hal-hal seperti itulah terkadang timbul pertanyaan pada mahasiswa teknik penerbangan. Kuliah cari ijazah atau ilmu.

Kuliah cari ijazah atau ilmu,itu tergantung tafsir keduanya.  Seperti tulisan di atas tentang jenis-jenis mahasiswa penerbangan yang saya tulis. Ada lagi yang sempat terdengar di telinga saya waktu saya makan di kantin sebuah kampus penerbangan. Saya yang menyambar pakai topi,mendengar beberapa celotehan mahasiswa penerbangan yang berkata “ asem tenan, di ajar sama pak X nggak nyambung belas. Lalu temannya menjawab “ halah cari di google banyak”. Saya yang sedang duduk disebelah mereka hanya membatin,kalau yang di ajar pak X nggak nyambung itu adalah kasus personal,saya tidak bisa menjudge atau menilai dosen tersebut baik atau tidak, tetapi kalau yang kedua perkataan “halah di google banyak” itu saya akui seratus persen benar.  Mahasiswa teknik penerbangan adalah salah satu mahasiswa yang sepanjang hidupnya di kampus hanya akan berimajinasi dan berangan-angan tentang pesawat terbang,berbeda dengan mahasiswa tata boga yang setiap dapat ilmu di kuliah bisa langsung praktek beli bahan masakan dipasar.

Sebenarnya apa peran kampus teknik penerbangan kalau google saja bisa memberi lebih apa yang kita cari,apalagi dosen-dosen penerbangan juga banyak yang belajar dari google? Lalu siapa yang sebenarnya dosen? Google atau dosen penerbangan? Kalau kita membahas masalah ini,nanti kita akan tau apa pentingnya ilmu anak IPS bagi anak-anak science atau IPA. Teknik penerbangan adalah science bukan ilmu sosial. Kalau belajar ilmu penerbangan saja,tidak usah kuliah hanya modal modem dan komputer saja mungkin sudah lebih dari cukup. Perlunya bertatap muka dengan dosen adalah hanya satu yaitu interaksi sosial karena lulusan teknik penerbangan nantinya juga akan bekerja dan berkumpul dengan teknik industri,dengan temen-teman dari ekonomi,dengan teman-teman teknik sipil,dan lain-lain. Kecuali jika mahasiswa teknik penerbangan punya target lulus menjadi seorang agen mata-mata atau intelejen mungkin tidak perlu masuk kuliah karena pekerjaannya akan dibelakang layar.

Setiap dosen memiliki peraturan berbeda-beda. Ada dosen yang punya aturan harus hafal rumus close book, harus bisa menyebutkan bagian-bagian  pesawat saat akan masuk kelas, ada yang punya aturan kalau tidak membaca buku panduan atau diktatnya tidak dapat nilai,tetapi itu hanyalah seni,bukan ilmu pengetahuan. Dengan seni apapun asalkan baik dan membuat mahasiswa maju tidak apa-apa. Yang tidak boleh adalah memaksakan kehendak ideologi kepada mahasiswanya atau memaksakan sebuah ideologinya kepad mahasiswanya.

Pengalaman dahulu ketika saya kuliah teknik penerbangan di sebuah kampus penerbangan. Saya dan tiga kawan saya adalah mahasiswa minoritas yang belajar dengan kalangan mahasiswa dengan konsentrasi maintenance atau perawatan pesawat mayoritas paling banyak,sedangkan saya mengambil konsentrasi roket,dua  kawan saya mengambil helikopter,dan satunya aerodinamika.  Ketika kami masuk kelas kuliah sertifikasi dan kelayakan udara yang isinya penuh dengan undang-undang perawatan,undang-undang kelayakan ,lisensi dan lain-lain, Kami sempat berseteru dengan dosen tersebut karena adanya pemaksaan ideologi yang ujung-ujungnya melebar hingga ke intimidasi nilai. Jelas saja,saya dan tiga kawan saya adalah kalangan pejuang ilmu pengetahuan tetapi di jejali ilmu uang dan uang. Walaupun kami tau kalau biaya lisensi mahal,biaya sekolah pilot mahal,biaya rating A,rating B,rating C dalam penerbangan itu mahal, tetapi yang kami ingin hanya satu yaitu profesional kerja dan menanamkan nilai semangat yang mampu membangkitkan kekuatan anak bangsa ahli penerbangan negeri ini bukan malah menanamkan ideologi paksaan.  Kami juga menganggap undang-undang itu adalah buatan manusia,dipatuhi jika itu benar dan ditinggalkan jika itu salah. Ketika dosen tersebut mungkin sudah merasa ter skak match dengan argumen-argumen yang kami keluarkan,justru  ancaman nilai yang kami dapat dan itu terjadi. Di semua soal UAS yang dikeluarkan tentang mata kuliah sertifikasi dan kelayakan udara hampir sebagian berisi undang-undang dan biaya lisensi,kami empat anak walk out tidak ikut UAS karena kami konsisten dengan prinsip kami. Kami mendapat konsekuensinya diberi hadiah nilai C hanya untuk mata kuliah sertifikasi yang Cuma hafalan dan pengertian undang-undang serta biaya untuk mendapat lisensi yang bermacam-macam. Bukannya kami tidak bisa,tetapi kami merasa tidak cocok dengan materinya karena kami berempat adalah mahasiswa pejuang ilmu pengetahuan,bukan mahasiswa yang dijejali dengan ideologi materialitis ngawur yang mengagung-agungkan materi dan undang-undang buatan manusia di atas undang-undang buatan Tuhan. Satu tahun setelahnya dosen tersebut wafat dan kami tetap mendoakan yang terbaik agar beliau di terima di sisi-Nya. Walaupun sifat negatif beliau menjejali mahasiswa dengan ideologi materialistis,tetapi tidak semua pada beliau jelek,ada juga yang baik yaitu salah satunya suka memberi  roti atau susu kepada tukang kebun atau petugas kebersihan yang sedang bersih-bersih di lab nya. Ada kesempatan kami untuk merubah nilai C tadi menjadi nilai B atau A dengan dosen yang baru,tetapi kami memutuskan nilai C itu sebagai kenang-kenangan dan kami kosekuensi terhadap prinsip penerbangan kami.

Melalui pengalaman saya di atas,sebenarnya jawaban kuliah penerbangan cari ilmu atau ijazah itu simple yaitu secara formal mencari ijazah dan secara non formal mencari ilmu serta interaksi sosial. Kuliah teknik penerbangan itu 99 % justru menerapkan ilmu sosial dan interaksi masyarakat pada pelajaran IPS. Keilmuan yang sebenarnya ada dan didapat ketika kita di luar belajar di perpus,belajar dengan google,dan belajar mempertahankan prinsip ilmu pengetahuan yang kita miliki.

Kalau kuliah penerbangan mencari ijazah itu pasti,tetapi kalau kuliah penerbangan mencari ilmu itu belum tentu. Karena ilmu bisa dicari dimanapun dan kapanpun tanpa batasan.  Perkara 99 % google 1 % ilmu dari dosen atau 1 % google yang 99 % nya ilmu dari dosen itu soal selera,bukan soal hukum alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar